Menghadapi Krisis Lingkungan dan Menggerakkan Perubahan Melalui Komunikasi Lingkungan

Penulis: Syaira Syahda Mukti
Mahasiswi Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia, Angkatan 2022.

Kita mungkin pernah mendengar istilah “komunikasi lingkungan”. Namun, bagaimana cara kita mengkomunikasikan sesuatu yang tak kasatmata seperti perubahan iklim atau kerusakan ekosistem beserta dampaknya? Di sinilah tantangan komunikasi lingkungan sebenarnya berada: bagaimana membuat orang dari berbagai latar belakang memahami dan peduli akan isu ini. Komunikasi lingkungan, seni berbicara tentang bumi kita dengan bahasa yang bisa menyentuh semua orang dengan pesan yang mampu menggerakkan. Komunikasi lingkungan bukan hanya soal informasi, ini adalah usaha untuk membangun kesadaran bersama tentang kondisi bumi kita dengan cara yang bermakna dan relevan bagi setiap orang.

Komunikasi lingkungan adalah upaya penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap krisis dan degradasi lingkungan. Sayangnya, banyak individu atau kelompok masih tidak menyadari urgensi masalah ini. Fenomena seperti bencana alam atau perubahan iklim seringkali terasa jauh dari kehidupan sehari-hari banyak orang, sehingga tak jarang dianggap kurang penting. Padahal, dampaknya, meskipun tidak selalu langsung terlihat, perlahan membentuk dunia yang kita tempati dan pada akhirnya nanti pasti akan berdampak pada kehidupan kita.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, komunikasi lingkungan tidak cukup hanya berupa suatu penyampaian. Komunikasi lingkungan harus mencakup pendekatan multidisipliner agar dapat menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia, ia harus menjadi alat yang mampu mempengaruhi pemahaman dan perilaku masyarakat secara menyeluruh. Melalui integrasi berbagai disiplin ilmu, komunikasi lingkungan dapat mempengaruhi audiens secara komprehensif.

Komunikasi lingkungan memiliki tantangan besar dalam mencapai keberhasilan, baik dalam pendekatan multidisipliner maupun dalam hal inklusivitas. Untuk itu, penting untuk tidak hanya mengandalkan satu disiplin ilmu dalam menyampaikan pesan lingkungan, tetapi juga mengedepankan keberagaman representasi sosial yang ada. Dengan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dan memastikan inklusivitas dalam setiap aspek komunikasi, diharapkan pesan-pesan lingkungan dapat lebih diterima dan dimengerti oleh audiens yang lebih luas, sehingga mendorong mereka untuk bertindak lebih nyata dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.

Memahami isu lingkungan tidak cukup hanya dari satu sudut pandang. Sama halnya dengan kehidupan kita sehari-hari, isu lingkungan berkaitan dengan banyak hal: psikologi, sosial, budaya, dan ekonomi. Menurut Tang, pendidikan formal tentang krisis iklim di Indonesia masih terbatas. Generasi muda yang akan mewarisi bumi ini tidak memiliki cukup bekal untuk memahami dan merawatnya.1

Di sini, pendidikan lingkungan seharusnya menyentuh lebih dari sekadar materi pelajaran, yaitu sebagai media penghubung yang membuat generasi muda merasa terlibat dan bertanggung jawab atas masa depan lingkungan mereka. Pendidikan merupakan landasan utama dimana seseorang memperoleh pengetahuan dan membentuk pemahaman tentang ilmu dan pengetahuan, yang mana didalamnya terdapat aspek lingkungan.

Namun, banyak sekolah dan institusi pendidikan yang belum menyertakan kurikulum tentang krisis lingkungan dalam pelajaran mereka.2 Akibatnya, generasi muda tumbuh tanpa memiliki pemahaman yang cukup tentang krisis ini, padahal mereka yang akan mewarisi dampaknya di masa depan. Ketimpangan ini menyoroti bahwa kurangnya pendidikan formal tentang lingkungan menjadi penyebab kesenjangan dalam pemahaman isu lingkungan di kalangan masyarakat. Padahal, pendidikan adalah sarana di mana setiap individu, terlepas dari latar belakang atau generasi, memiliki kesempatan yang sama untuk mengenal dan memahami dampak krisis lingkungan. Tanpa pondasi yang kuat di pendidikan formal, banyak orang tumbuh dengan perspektif yang sempit atau bahkan tidak menyadari urgensi masalah ini.

Komunikasi lingkungan melibatkan berbagai metode untuk menyampaikan isu lingkungan agar efektif dipahami masyarakat. Sebagai contoh, media memiliki peran besar dalam mengontrol informasi yang diterima publik melalui mekanisme pembingkaian (framing) dan penentuan agenda (agenda setting). Melalui pembingkaian yang tepat, media dapat menyoroti isu-isu kritis seperti krisis iklim yang berdampak tidak hanya pada ekosistem, tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat antar generasi. Komunikasi lingkungan yang menyeluruh harus mampu menjangkau berbagai generasi dan kelompok sosial yang memiliki tingkat kepedulian dan pemahaman yang berbeda.3

Menggarisbawahi bagaimana generasi muda (Gen Z) dan generasi lebih tua (Baby Boomers) mengalami dampak perubahan iklim yang berbeda. Gen Z umumnya lebih vokal dalam memperjuangkan isu lingkungan melalui media sosial dengan didorong oleh akses informasi dan kemampuan teknologi. Sementara itu, generasi Baby Boomers lebih terpapar langsung pada perubahan lingkungan dengan memahami isu ini dari pengalaman hidup sehari-hari. Dengan memahami karakteristik dan cara pandang masing-masing generasi, pendekatan komunikasi lingkungan bisa disesuaikan agar relevan dan efektif untuk setiap kelompok.4

Lantas, bagaimana menyampaikan pesan lingkungan yang bisa didengar oleh semua orang? Disinilah aspek inklusivitas menjadi penting. Banyak aksi lingkungan, terutama yang diperjuangkan oleh kaum muda, sering kali kurang terhubung dengan kelompok rentan. Rahmawan dkk, menegaskan bahwa media cenderung kurang memberi ruang pada suara masyarakat adat atau perempuan dari kelas ekonomi rendah. Dengan menggali lebih dalam pada perspektif ini, komunikasi lingkungan bisa menjadi sarana yang menyentuh bagi mereka yang selama ini merasa kurang diwakili.5

Bayangkan seorang nelayan di Halmahera, seperti yang diangkat dalam tulisan Fiqri,6 yang kehilangan sumber penghidupannya karena aktivitas tambang di wilayah pesisir. Suara mereka bisa menjadi pengingat bagi kita semua bahwa isu lingkungan bukan hanya tentang “menyelamatkan alam,” tetapi juga tentang menjaga kehidupan mereka yang bergantung langsung pada alam.

Kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang tidak hanya menghancurkan habitat laut tetapi juga menciptakan ketidakadilan sosial bagi masyarakat setempat. Ketidakmampuan media untuk menyertakan perspektif ini dapat mengurangi dampak dari pesan yang disampaikan. Untuk itu, media harus lebih memperhatikan representasi yang adil dan inklusif, menggali perspektif dari kelompok yang kurang terwakili, sehingga komunikasi lingkungan bisa lebih relevan dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat.7

Terinspirasi dari peran perempuan dalam Program Kampung Iklim, kita melihat bagaimana komunikasi lingkungan dapat berfungsi lebih dari sekadar upaya pencegahan. Di sini, komunikasi lingkungan juga berfungsi sebagai afirmasi positif, yang memberi ruang bagi masyarakat untuk mendekati isu-isu lingkungan dengan pemahaman dan ketenangan.

Bukan dengan cara menakut nakuti, tetapi melalui pendekatan empatik yang menciptakan solidaritas, terutama di kalangan perempuan yang menjadi motor penggerak program. Pesan-pesan lingkungan yang dikelola dengan baik ditujukan untuk memberitahu kita tentang kondisi alam, sembari menegaskan bahwa kita semua punya peran dalam menjaga bumi. Masyarakat desa tidak hanya diajak menjaga lingkungan, tetapi juga dibimbing untuk melihat potensi ekonomi yang bisa dikembangkan dari praktik ramah lingkungan, seperti pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Dengan komunikasi lingkungan yang mengedukasi dan memberi ruang bagi masyarakat untuk berkreasi, setiap orang merasa dihargai dalam perannya, tidak sekadar mengikuti aturan. Alhasil, mereka lebih terdorong untuk berpikir positif dan tenang dalam menghadapi tantangan lingkungan dan menjadikan kelestarian lingkungan sebagai bagian dari budaya sehari-hari.8

Jadi, melihat pentingnya kesadaran akan isu-isu tersebut, komunikasi lingkungan sangat penting karena banyak isu lingkungan yang sering diabaikan atau tidak dipahami dengan baik oleh masyarakat, padahal dampaknya sangat besar terhadap berbagai aspek kehidupan. Kerusakan lingkungan yang terus berlanjut dapat menyebabkan ketidakadilan sosial dan kesenjangan yang semakin lebar. Dalam hal ini, komunikasi lingkungan berfungsi sebagai alat untuk membangun pemahaman publik, mengedukasi masyarakat tentang isu-isu seperti krisis iklim, bencana alam, dan degradasi lingkungan.

Selain itu, komunikasi lingkungan juga dapat menjadi sarana untuk memberikan afirmasi yang menenangkan, menghindari ketakutan yang berlebihan, dan mendorong masyarakat untuk berpikir positif dan aktif dalam upaya perbaikan lingkungan. Melalui pendekatan ini, komunikasi lingkungan tidak hanya berfokus pada pencegahan, tetapi juga pada pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam menjaga keberlanjutan bumi.

Referensi:

  1. Tang, K. (2024, Agustus 14). Riset tunjukkan pendidikan perubahan iklim di Indonesia belum tepat sasaran . Retrieved from theconversation.com: https://theconversation.com/riset-tunjukkan pendidikan-perubahan-iklim-di-indonesia-belum-tepat-sasaran-235339 ↩︎
  2. Ibid ↩︎
  3. Prawitasari, D. A. (2024, Agustus 5). Gen Z dan Baby Boomers sama-sama merana karena perubahan iklim, perlu saling tuding. Retrieved from heconversation.com: https://theconversation.com/gen-z-dan-baby-boomers-sama-sama-merana-karena-perubahan iklim-tak-perlu-saling-tuding-234479 ↩︎
  4. Ibid ↩︎
  5. Rahmawan , D., Adiprasetio Justito, & Wibowo, K. A. (2023, Juli 12). Pemberitaan aksi lingkungan kaum muda belum relevan dan inklusif, bagaimana memperbaikinya? Retrieved from theconversation.com: https://theconversation.com/pemberitaan-aksi-lingkungan-kaum-muda-belum-relevan-dan-inklusif-bagaimana-memperbaikinya-208840 ↩︎
  6. Fiqri, A. (2023, Januari 23). Tambang Datang, Pesisir Halmahera Binasa. Retrieved from iklimku.org:
    https://www.iklimku.org/tambang-datang-pesisir-halmahera-binasa/ ↩︎
  7. Rahmawan, dkk. ↩︎
  8. Utomo, M. M., Pieter, L. A., & Al Hasan, R. (2024, Mei 27). Riset: Program Kampung Iklim mampu menguatkan budaya lingkungan dan bisnis masyarakat desa. Retrieved from theconversation.id: https://theconversation.com/riset-program-kampung-iklim-mampu-menguatkan-budaya-lingkungan-dan-bisnis-masyarakat-desa-230689 ↩︎

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *