STAI Yogyakarta Bedah Kripto: Dari Blockchain hingga Halal Haram

Gunungkidul, Swarnaberita.com – Mata uang kripto (cryptocurrency) dan teknologi blockchain menjadi fenomena global yang terus menuai pro dan kontra. Ada yang menyebutnya inovasi keuangan masa depan, namun tidak sedikit pula yang meragukan keabsahan dan keamanannya, terlebih jika dikaitkan dengan hukum syariah. Menyikapi hal ini, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yogyakarta berhasil menggelar Sharing Session bertema “Crypto, Syariah, dan Masa Depan Ekonomi Digital” pada Minggu, 21 September 2025, di Aula STAI Yogyakarta.

Kegiatan ini menghadirkan praktisi kripto asal Kanada, Louis Pierre Morin, dan dosen Ekonomi Syariah STAI Yogyakarta, Januariansyah Arfaizar. Acara berlangsung meriah dengan antusiasme tinggi dari dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan ini dipandu oleh Moderator Khusnusl Khatimah, dosen STAI Yogyakarta.

Dr. Diyah Mintasih, Ketua STAI Yogyakarta, dalam sambutannya menegaskan pentingnya kajian kritis terhadap fenomena kripto.

“Kita tidak bisa menutup mata terhadap perkembangan teknologi keuangan global. Forum ini diharapkan menjadi langkah awal riset lebih lanjut agar kita dapat bersikap kritis sekaligus bijak menghadapi era ekonomi digital,” ujarnya.

Louis Pierre Morin membedah secara detail cara kerja Bitcoin dan blockchain. Ia menjelaskan bahwa setiap transaksi Bitcoin dikemas dalam blok yang diverifikasi seluruh jaringan komputer melalui mekanisme komputasi kompleks.

“Sistem ini memastikan transaksi tidak bisa diubah sepihak. Inilah yang membuat blockchain menjadi revolusi transparansi dalam dunia keuangan,” papar Louis.

Morin juga mengisahkan transaksi pertama Bitcoin pada 2010, ketika 10.000 Bitcoin ditukar dengan dua pizza seharga sekitar 20 dolar AS. Kini, satu Bitcoin bernilai hampir Rp1,9 miliar.
“Lonjakan nilai ini luar biasa, tapi sekaligus menimbulkan pertanyaan besar tentang stabilitas dan masa depan kripto,” tambahnya.

Januariansyah Arfaizar menyoroti perbedaan pandangan ulama mengenai kripto. Darul Ifta Al Azhar (Mesir – 2017) Menetapkan haram, karena mengandung unsur gharar (spekulasi, ketidakjelasan, dan risiko merugikan), MUI Memberikan dua hukum, yaitu mubah jika digunakan bagai alat tukar atas dasar kesepakatan, dan haram jika digunakan sebagai instrumen investasi spekulatif, PWNU Jawa Timur (2021) : Tidak diperbolehkan (ghairu jaizin), PWNU DIY (2021): Boleh selama memenuhi syarat fikih. Sementara Muhammadiyah: Belum ada fatwa resmi, meski sejumlah tokohnya cenderung menghindari kripto karena risikonya tinggi.

“Perbedaan pandangan ini menunjukkan kripto bukan sekadar isu teknologi, melainkan juga problematika fikih yang kompleks,” jelas Januariansyah.

Selain itu Januariansyah juga mengungkap sejumlah tokoh, seperti Mufti Muhammad Abu Bakar, Dr. Monzer Kahf, dan Mohammad Daud Bakar, menilai bahwa penggunaan cryptocurrency dapat dibenarkan secara syariah sebagai instrumen investasi. Pandangan ini selaras dengan kerangka hukum positif di Indonesia.

Dalam regulasi nasional, cryptocurrency telah diakui sebagai komoditas yang sah untuk diperjualbelikan di bursa berjangka sebagaimana tercantum dalam Permendag Nomor 99 Tahun 2018 Pasal 1 dan Peraturan Bappebti Nomor 3 Tahun 2019 Pasal 1 huruf f. Dari sisi perlindungan hukum, langkah preventif disediakan melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan Peraturan Bappebti Nomor 9 Tahun 2019. Sementara itu, apabila terjadi pelanggaran, upaya represif dapat dilakukan baik melalui mekanisme litigasi di pengadilan maupun jalur non-litigasi.” paparnya.

Diskusi semakin menarik dengan banyaknya pertanyaan dari peserta. Suharto, MM., dosen STAI Yogyakarta, menilai pentingnya memahami kripto agar masyarakat tidak terjebak pada arus tanpa arah.

“Kalau kita tidak memahami, kita bisa salah langkah. Jadi, forum ini sangat bermanfaat,” ungkapnya.

Ana Dwi Cahyani, dosen lainnya, juga menanyakan langkah praktis untuk memulai investasi kripto.

“Saya ingin tahu dari awal bagaimana prosesnya. Karena bagi pemula, ini masih terasa rumit,” katanya penuh antusias.

Sementara Kharis Mudakir menanyakan terkait kepemilikan kripto “apakah bisa diwariskan?”, tentu saja, karena ada form yang perlu kita isi, menerangkan data tersebut, ujar Louis.

Dengan antusiasme peserta dan pemaparan komprehensif dari narasumber, acara ini menegaskan posisi STAI Yogyakarta sebagai kampus yang peduli pada isu-isu aktual, termasuk ekonomi digital. Ke depan, diskusi serupa diharapkan menjadi pintu masuk untuk penelitian yang lebih luas mengenai kripto dalam bingkai syariah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *