Gagasan Monumental: Perlunya Sekolah Tinggi Haji dan Umrah di Indonesia

Yogyakarta, Swarnaberita.com – Suasana siang yang cerah di kawasan Tugu Yogyakarta, Selasa (3/9), menjadi saksi pertemuan hangat beberapa akademisi dan peneliti yang aktif di bidang keislaman. Bertempat di sebuah kafe, hadir Prof. Dr. Siswanto Masruri, Kaprodi Program Doktor Studi Islam Universitas Ahmad Dahlan (UAD) sekaligus mantan Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga, Dr. Arif Rahman, Dekan Fakultas Agama Islam UAD dan peneliti di Pusat Studi dan Pengembangan Pemikiran Islam (PS2PM) Yogyakarta, Dr. Fandi Akhmad dari UAD, serta Januariansyah Arfaizar, dosen STAI Yogyakarta sekaligus Sekretaris PS2PM Yogyakarta.

Dalam pertemuan yang berlangsung santai namun penuh gagasan tersebut, obrolan berkembang luas mulai dari persoalan rumah tangga, kehidupan keluarga, isu kebangsaan, hingga diskusi serius seputar haji dan umrah.

Topik haji dan umrah menjadi sorotan utama, terutama setelah Pemerintah Indonesia resmi menetapkan pembentukan Kementerian Haji dan Umrah pada Selasa, 26 Agustus 2025. Kebijakan ini lahir setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dengan perubahan tersebut, Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) kini bertransformasi menjadi kementerian yang berfungsi sebagai “one stop service” atau layanan terpadu untuk semua aspek penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

Menanggapi perkembangan itu, Januariansyah Arfaizar menegaskan pentingnya pembentukan lembaga pendidikan tinggi yang khusus mempersiapkan sumber daya manusia di bidang haji dan umrah. “Sudah selayaknya kita memiliki Sekolah Tinggi Haji dan Umrah yang fokus pada program studi sesuai dengan bidang tugas pelaksanaan ibadah ini,” ujarnya.

Menurutnya, selama ini banyak petugas haji hanya mengikuti pelatihan singkat beberapa hari atau minggu sebelum ditugaskan, tanpa memiliki latar belakang keilmuan dan keterampilan mendalam di bidang tersebut. “Idealnya, calon petugas menekuni ilmunya secara sistematis, bukan hanya ikut training sebentar lalu berangkat. Dengan adanya sekolah tinggi khusus, kita bisa menyiapkan tenaga profesional sejak awal,” tambahnya.

Januariansyah bahkan menyebut model yang bisa diadopsi, yakni seperti Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) yang kini menjadi IPDN, atau sekolah pelayaran dan sekolah kedinasan lainnya yang memiliki ikatan dinas. Dengan pola tersebut, Sekolah Tinggi Haji dan Umrah bisa menghasilkan tenaga terdidik yang siap melayani jemaah secara profesional, berintegritas, dan sesuai standar internasional.

“Kalau sekolah-sekolah kedinasan lain bisa berdiri sejak lama, mengapa pendidikan tinggi untuk haji dan umrah belum juga dirintis? Padahal ini kebutuhan mendesak,” tegas Januariansyah, yang sebelumnya juga pernah menulis gagasan serupa di salah satu media nasional.

Pertemuan tersebut akhirnya tidak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga ruang lahirnya ide-ide visioner yang diharapkan dapat memberi arah baru bagi penyelenggaraan haji dan umrah di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *